Senin, 21 Oktober 2013

Krisis Kedelai di Negeri Subur


Krisis Kedelai di Negeri Subur

Sumber: SINDOweekly 25 September 2013


            Krisis kedelai yang saat ini menimpa Indonesia telah sampai ketahap yang mengkhawatirkan dan tidak adanya penyelesaian yang mendasar. Tidak menyangka, bahan utama pembuatan tahu tempe ini menjadi sangat mahal dan susah dicari. Berdasarkan keterangan dari Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo), harga kedelai terus meroket hingga 25 persen. Harga kedelai di wilayah Jakarta dan sekitarnya mencapai Rp. 9300 sampai dengan Rp.9500 per kilogramnya. Sedangkan di daerah, harga kedelai sudah menembus Rp.10.200 per kilogramnya. Itulah sebabnya para pengusaha tahu-tempe yang tergabung dalam Gakoptino memutuskan untuk menghentikan produksi tahu-tempe untuk sementara waktu.
            Dalam kasus kedelai ini, penghapusan bea masuk kedelai import turut mempengaruhi turunnya produksi kedelai dalam negeri. Berdasarkan data BPS, sejak tahun 2002 sampai dengan 2011, produksi kedelai nasional tertinggi adalah 974.512 ton, sementara kebutuhan nasional sudah mencapai 2,5 juta ton per tahunnya.
            Berdasarkan data BPS, pada tahun 1990 pada saat Indonesia belum mengadopsi aturan atau ketentuan dari WTO maupun IMF, import kedelai pernah hanya sampai 541 ton. Dibandingkan import kedelai pada tahun ini mencapai 1,1 juta ton.
            Akibat kemunduran dalam bidang ketahanan pangan yang diserahkan pada mekanisme pasar dapat membuka peluang tumbuhnya kartel-kartel pangan ataupun bentuk monopoli pangan.
            Melihat kemunduran pangan di Indonesia semakin terperuka dan mengingat bahwa komoditas pangan merupakan kebutuan utama seluruh rakyat Indonesia, sebaiknya pemerintah segera membentuk kelembagaan pangan yang baru dan mengacu pada Undang-Undang No.18 tahun 2012 tentang Pangan yang mengamanatkan dibentuknya kelembagaan pangan dan ditegakannya kedaulatan pangan di Indonesia.
            Agar krisis kedelai tidak semakin berkepanjangan perlu adanya peningkatan penanaman kedelai dengan pepmberian benih yang berkualitas, teknologi pertanian, dan jaminan harga yang pantas bagi produsen kecil maupun petani. Hal ini juga perlu ditopang dengan adanya pembanguna infrastruktur seperti jalan, irigasi, dan jembatan diseluruh daerah penghasil kedelai.

Menganalisis Catatan Kaki dan Daftar Pustaka

Kesimpulan:

Berdasarkan pengamatan dari kutipan ketiga buku tersebut, dapat disimpulkan bahwa setiap buku memiliki kutipan langsung dan kutipan tidak langsung yang berbeda-beda. Misalkan, pada buku yang berjudul Pengantar Pasar Modal : “Marzuki Usman dkk (1997:14-18) menguraikan bahwa pada dasarnya terdapat empat peranan strategis dari pasar modal bagi perekonomian suatu negara.” Kutipan ini merupakan contoh kutipan langsung yang mengutip dari pendapat seorang Tokoh Marzuki Usman. Begitu pula pada ke dua buku setelahnya, kutipan yang di ambil adalah berdasarkan pendapat dari seorang tokoh dalam menanggapi sebuah kejadian.

Namun pada catatan kaki, dari ketiga buku tersebut memiliki perbedaan yaitu pada beberapa buku catatan kaki lebih mengutamakan pada penjelasan dari sebuah istilah yang mungkin asing bagi pembaca. Dan pada buku lain catatan kaki digunakan untuk menjelaskan bahwa kalimat tersebut di ambil dari sebuah buku/karya lain. Sedangkan pada daftar pustaka ketiga buku ini memiliki kesamaan penyusunan sesuai dengan kaidah penulisan daftar pustaka yang baik.


Jumat, 04 Oktober 2013

Mampu menggunakan Bahasa Indonesia secara Baik dan Benar


Dalam bahasa indonesia, Meskipun sudah sering didengar, ternyata belum semua orang memahami makna istilah “baik dan benar” dalam berbahasa. Tidak semua bahasa yang baik itu benar dan sebaliknya, tidak semua bahasa yang benar itu baik. Tentunya yang terbaik adalah bisa berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Untuk dapat melakukannya, perlu dipahami dulu apa yang dimaksud dengan baik dan benar tersebut, yaitu dengan kita memahami terlebih dahulu unsur-unsur dalam bahasa Indonesia itu sendiri. Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah bahasa yang tidak salah dalam cara penulisannya, harus sesuai dengan EYD (Ejaan Yang Disempurnakan).

Untuk memenuhi tujuan dari suatu penulisan ilmiah dibutuhkan Ragam bahasa yang baik. Ragam bahasa yang baik memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a.       Penggunaan kaidah tata bahasa normatif. Misalnya dengan penerapan pola kalimat yang baku: acara itu sedang kami ikuti dan bukan acara itu kami sedang ikuti.
b.      Penggunaan kata-kata baku. Misalnya cantik sekali dan bukan cantik bangetuang dan bukan duit; serta tidak mudah dan bukan nggak gampang.
c.       Penggunaan ejaan resmi dalam ragam tulis. Ejaan yang kini berlaku dalam bahasa Indonesia adalah ejaan yang disempurnakan (EYD). Bahasa baku harus mengikuti aturan ini.
d.      Penggunaan lafal baku dalam ragam lisan. Meskipun hingga saat ini belum ada lafal baku yang sudah ditetapkan, secara umum dapat dikatakan bahwa lafal baku adalah lafal yang bebas dari ciri-ciri lafal dialek setempat atau bahasa daerah. Misalnya: /atap/ dan bukan /atep/; /habis/ dan bukan /abis/; serta /kalaw/ dan bukan /kalo/.
e.       Penggunaan kalimat secara efektif. Di luar pendapat umum yang mengatakan bahwa bahasa Indonesia itu bertele-tele, bahasa baku sebenarnya mengharuskan komunikasi efektif: pesan pembicara atau penulis harus diterima oleh pendengar atau pembaca persis sesuai maksud aslinya.

Kalimat yang dipakai dalam Bahasa Indonesia adalah kalimat yang efektif. Kalimat efektif harus memenuhi syarat dibawah ini:
Ø  Bahasa yang mudah dipahami oleh orang lain atau oleh para pembaca.
Ø  Memenuhi unsur penting kalimat (terdapat subjek dan predikat, terutama untuk ragam tulis).
Ø  Menggunakan kata atau kalimat yang tepat dan serasi.
Ø  Gramatikal (seperti: menggunakan pungtuasi dan kata yang baku, menggunakan struktur yang benar, frasa selalu D-M, menggunakan kata yang morfologis, menggunakan kata yang sesuai dengan fungsinya/kedudukannya).
Ø  Rasional (menggunakan gagasan yang dapat dicerna oleh akal sehat).
Ø  Efisien (menggunakan unsur yang sesuai kebutuhan, dan tidak boleh berlebihan).
Ø  Kalimatnya tidak ambigu (kalimat yang tidak menimbulkan dua arti yang membuat bingung para pembaca).

Tulisan menggunakan jenis Ekspositoris (memaparkan).